Arunika
- thesunsbrightside

- Dec 18
- 1 min read
“Persetan”, umpatku di sela lelah, lamban alun nadiku.
Belum seminggu kutinggal bara yang tak mau menyala,
Dan kini kau ingin ku hadir dalam sedetik,
Menarik— namun tak ada harapku, sbab malam itu?
Harus, kau harus kembali ke pintu rumahmu.
Ah, sialan,
Sungguh sungguh sialan.
Hanyut kikukku dalam hangat peluk sukmamu.
“Kita benci ramai, mau ke tempatku?”
Dua sekoci liar, lawan arus tuk bertemu
Larung aku, dalam indah jurang jujurmu,
Runtuh rapuh tembok baja jiwaku ragaku,
Angin ribut, kau peluk, tak ragu
Kau, aku, melodi yang sumbang,
Benderang, bersatu dalam kama dan rindu yang lelah,
Malah, selalu tak takut semakin larut.
Kau, aku, badai mangu terlarang,
Kian terang, kar’ba cinta tak untuk logika,
Menerka, biar temaram datang,
S’bab langkahku, oh, langkahku,
gaungkan langkahmu, dan langkahmu,
Gemakan langkahku.
Ah, sialan,
Sungguh sungguh sialan.
Hanyut kikukku dalam hangat mendayu suaramu.
“Kita benci andai, mau jadi kekasihku?”
Dua sekoci liar, lawan arus tuk bertemu
Larung aku, dalam indah jurang jujurmu,
Runtuh rapuh tembok baja jiwaku ragaku,
Angin ribut, kau peluk, tak ragu








Comments