top of page

Secercah Cerita Tentang Harapan

  • Writer: thesunsbrightside
    thesunsbrightside
  • Sep 10, 2021
  • 3 min read

Tanggal 10, bulan September, tahun 2021.


Pandemi tak kunjung pulih. Satu kepakkan sayap kupu-kupu di sana telah menghantarkan kita semua untuk merasakkan dampak sebesar ini.


Masa tersulit; ya. Masa tersulit.


Dua tahun telah berlalu dan ekonomi seluruh dunia semakin lumpuh. Secara pribadi kurasakan di dalam lingkup keluarga.


Pekerja-pekerja tidak tahu malu yang berkhianat, pekerja-pekerja yang tak tahu diuntung hanya ingin uang tanpa bekerja.


Usaha ayahku sedang tersandung-sandung; dan memang mungkin efek gunung es.


PPKM memperparah segalanya. Namun aku pribadi tetap mempercayai pemerintah.


Bahkan di titik terendah.

Makan pun kami harus dibantu budhe kami yang juga sangat sederhana. Terberkatilah engkau, terpujilah manusia sebaik engkau dan keluargamu budhe.


Kepada tante Ida yang senantiasa membantu kami, terima kasih. Terberkatilah engkau, terpujilah manusia sebaik engkau dan keluargamu tante.


Aku percayakan kepada Semesta dan sang Pencipta.


Lewat pesan-pesan malaikat, berkat turun satu-persatu seperti keajaiban. Memang keajaiban.

Satu tindakan sederhana yang membuatku dipenuhi berkat dan dapat menghasilkan uang dengan cara, proses yang tak masuk akal.


Tiba tiba temanku memesan desain dan pada mulanya, aku tak berharap banyak. Namun ternyata sampai kini, ia memesan dan yang kuhasilkan semakin banyak.


Lewat sahabatku yang kubantu menemukan vaksin, aku dapat menghasilkan uang lewat trading kripto yang mengasyikkan. Meski tak seberapa, setidaknya dapat memenuhi apa yang kami perlukan.


Lomba lomba. Meskipun gambling. Akan kulakukan sebaik yang kubisa.


Ia begitu besar kuasanya.

Bahkan, memenuhi panggilan kerja, keluargaku sama sekali tidak terpapar COVID hingga kami sudah divaksin sepenuhnya. Kami sangat patuh pada protokol. Bila tidak, mungkin saya bisa dibilang durhaka karena bersedia marah-marah untuk mengingatkan keluargaku.


Meskipun penghasilanku tak menentu dan uang ku terbatas, bahkan berkurang banyak untuk memenuhi keluarga yang sudah semestinya terjadi (padahal ingin sekali aku sisakan untuk kedepan), aku tetap berusaha berbagi.


Sudah tiga kegiatan volunteer yang aku ikuti.


Dua untuk pendidikan,


Satu untuk kemanusiaan.



Sedari kecil, aku diajari orang tuaku indahnya berbagi dan menjadikan diri sebagai perpanjangan tangan-Nya. Bagaimana menerapkan kasih tanpa pamrih.



Aku belajar dari ayahku untuk menjadi orang yang tangguh, kreatif, inovatif, pantang menyerah dan selalu melihat peluang.


Darinya, sejak umur kecil, aku melihat talentaku yang begitu bermacam menjadi suatu peluang, dan berhasil menghasilkan cukup uang untukku sendiri.


Umur 16 tahun aku membangun usaha kecilku di bidang seni yang masih hidup sampai sekarang.


Umur 18 tahun, meskipun aku belum lulus SMA, aku sudah menjadi pekerja tetap meski tak UMR.


Aku melihat, meskipun orang tuaku mampu pada saat itu, namun pengalaman yang aku dapatkan adalah suatu penghargaan yang besar dan lebih bermakna. Uang adalah bonus. Bonus untuk memenuhi kebutuhanku sebagai mahasiswi awal perkuliahan, bonus untuk membantu mereka apabila membutuhkan cash tambahan.


Aku belajar dari ibuku bahwa kesederhanaan adalah hati yang paling murni untuk melihat dunia. Orang yang sederhana dapat melihat baik-buruknya dunia dengan lebih jelas. Belajar dan belajar dari luka serta doa yang dipanjatkan hari ke hari.


Darinya, sejak umur kecil, aku melihat orang di luar sana yang membutuhkan bukanlah orang yang butuh dikasihani. Namun butuh uluran tangan untuk membantunya berjuang; berjuang bersamamu; lewat kamu.


Umur 12 tahun aku sudah belajar menjadi volunteer dalam kegiatan-kegiatan sekolah.


Umur 13 tahun aku sudah belajar menjadi bagian dari organisasi sekolah.


Umur 18, pertama kali aku berpartisipasi dalam kegiatan volunteering sosial, meskipun ternyata mereka adalah Scam.


Umur 20 tahun, aku bernyanyi untuk volunteer dalam rangka perayaan bagi mereka penyandang disabilitas. Keberadaan mereka harus kita semua maklumkan. Harus kita rayakan.


Umur 21 tahun, hampir 40 organisasi dan kepanitiaan telah aku ikuti.


Bukan soal relasi semata. Soal perspektif. Efek kaleidoskop. Serap yang baik dan filterisasi yang buruk.


Baik? Buruk?


Bagiku, baik adalah tindakan yang menguntungkan dengan tingkat kerugian yang lebih kecil. Tak banyak yang dirugikan, lebih banyak menguntungkan bagi pihak manapun.

Buruk adalah yang lebih merugikan.




Dari sini aku hendak mengabarkan bahwa masih banyak orang baik di luar sana.

Berpeganglah padaNya. Berkat tak mesti datang berupa sinar, kadang berupa hujan (Rubah Di Selatan).



If there's no good in the world, be one.
Be the change you wish to see in the world.

Dari masa pandemi aku belajar banyak hal.

  1. Mereka yang banyak berbicara di depan tempat-tempat ibadah, memuji-muji Ia yang dianggap besar dan terlihat sangat suci belum tentu mereka ingat dengan sesamanya. Mereka yang berkata-kata bijak belum berarti mereka paham untuk memaknai tersebut dengan tindakan.

  2. Blessing adalah penting, namun aksi lebih penting.

  3. Beberapa orang berkecukupan pandai mengatur keuangan. Namun kurang pandai bersedekah. Beberapa menjanjikan, namun kemudian melupakan saat dibutuhkan. Beberapa justru malah mendorongmu jatuh saat kau jatuh.

  4. Kenapa orang suka memamerkan apa yang ia punya dalam satu grup, padahal mereka sendiri bisa-bisanya tidak tahu keluarganya bahkan kesulitan makan dan bertahan hidup, dan tidak peduli jika sudah mengetahuinya? Kenapa tidak memanfaatkan fitur bernama "Personal Message"?

  5. Orang sederhana yang pernah mengalami masa sulit lebih memiliki hati besar untuk berbagi.

  6. Keluarga adalah sumber dari segala yang kita lakukan. Terutama cara kita memandang dunia dan bersikap.

  7. Tong kosong nyaring bunyinya. Mungkin besar ilmunya, nol praktiknya; nol imunya, nol praktiknya; sesat juga bisa. Kita harus lebih selektif.

  8. JADILAH TERANG. JANGAN MENUNGGU DITERANGI DAN KEGELAPAN DATANG.


 
 
 

Recent Posts

See All
The Unsent Letter to My First Love

There are so many words I cannot say, when I look into your eyes. I want to be able to tell you one day, but I'm left speechless every...

 
 
 

Comments


SUBSCRIBE VIA EMAIL

  • Wattpad
  • deviantart ID
  • Soundcloud
  • Youtube
  • Facebook Page
  • Twitter Account
  • Instagram

© 2018 by thesunsbrightside. Proudly created with Wix.com

bottom of page