SHRIDEVI
- thesunsbrightside
- Jan 10, 2019
- 2 min read
Dewi Sri, or Shridevi (Dewi literally means goddess) (Javanese: ꦢꦺꦮꦶꦱꦿꦶ), Nyai Pohaci Sanghyang Asri (Sundanese) is the Javanese, Sundanese, and Balinese pre-Hindu and pre-Islam era goddess of rice and fertility, still widely worshipped on the islands of Bali and Java. Despite her mythology being native to the island of Java, after the adoption of Hinduism in Java as early as first century, the goddess is associated with the Hindu goddess Lakshmi as both are attributed to wealth and family prosperity.
(ADAPTED FROM WIKIPEDIA)

Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane.
Omong-omong soal spiritualisme yang masih lekat dengan sosok dewi Sri,
Sedari kecil aku selalu merasa penasaran akan sosok dewi di balik nama ibuku. Almarhumah eyang putri juga sering berceritera tentang dewi-dewi masa lampau yang belum pernah ia temui tapi kata beliau cantik jelita. Beliau bilang, dewi kemakmuran.
Seiring berjalannya waktu dan bertambah dewasanya fisik, mental dan pikiranku, aku semakin menggali-gali dan mengorek-orek budaya kearifan nenek moyang. Meski belum secara amat-sangat, tapi aku sudah berhasil menemukan beberapa titik terang akan sejarah kecil Jawa yang aku cintai.
Kepercayaan lawas banyak menarik orientasi perjalanan spiritualku, serta pengenalan diri terhadap bumi Ibu Pertiwi ini. Pertama-tama dengan sedikit percikan budaya Hindu secara general, kemudian sedikit menyelami terapan budayanya di Jawa.
Mulai dari epos Mahabharata, menuju ke karya-karya kakawin yang jujur saya belum terlalu paham (bahasanya lebih halus dari krama inggil, lebih mengarah ke Sansekerta!), kemudian merembet ke beberapa aji-ajian yang hanya saya pelajari teori dan intisarinya saja, tidak saya mau pelajari untuk digunakan. Sedikit keberuntungan dari ibu Semesta, aku terlahir di keturunan Jawa yang kuat dan akrab dengan sejarah tanah kelahiranku ini, sehingga eyang kakungku bisa menjadi salah satu narasumber yang terpercaya untuk aku mengorek kembali.
Budaya Jawa adalah budaya yang sangat menarik bagiku. Karena, buat apa ke penghujung dunia jika bhumi sendiri tak terjamah?
Buat apa keliling dunia apabila tidak mencintai negeri sendiri? Bukankah begitu?
Comments